Friday 18 January 2019

Dilanda Bencana Demografi, Korea Selatan Menjadi Negara Dengan Angka Kelahiran Terendah Di Dunia



Disebuah desa kecil yang banyak di tumbuhi pohon ceri, jaraknya hanya beberapa jam saja dari ibu kota Korea Selatan, Seoul, terdapat sebuah sekolah bergaya bungalo bermaterialkan batu bata gelap yang elok. Lantainya terbuat dari kayu yang di poles sehingga membuatnya terlihat kokoh dan kuat. Kemudian dinding-dindingnya di penuhi dengan banyak buku dan mainan para siswa. Sekolah itu sangat layak untuk di anggap sekolah, sarana prasarana telah tersedia lengkap, namun ada satu yang hilang dan membuat sekolah kokoh itu terasa begitu sepi, yakni tidak ada anak-anak disana.

40 tahun yang lalu, desa tersebut merupakan sebuah wilayah yang makmur dimana terdapat sebuah pertambangan yang menjadi sumber ekonomi warga sekitar. Sekolah dasar Bobai namanya, dulu kala memiliki banyak sekali siswa, jumlahnya bahkan lebih dari 300 orang. Namun seiring berjalanya waktu sekolah itu kini hanya menyisakan 3 siswa saja. 1 perempuan dan 2 laki-laki.

Beruntung sekolah itu masih tetap dibuka, sebelumnya pemerintah sudah berniat untuk menutup sekolah bobai dan menggabungnya dengan sekolah lain yang berada 10 km dari desa mereka. Tentu rencanya itu mendapat penolakan keras, warga akhirnya melakukan kampanye untuk mempertahankan satu-satunya sekolah yang tersisa di daerah tersebut.

"menjaga sekolah tetap berdiri merupakan hal penting bagi masyarakat” kata Kim Jung Hoon, yang      puterinya merupakan salah satu dari 3 murid yang tersisa

“sangat tidak mudah memujuk keluarga tetap tinggal jika tidak ada lagi tempat untuk anak-anak            mereka”

Sejak awal 1980-an, lebih dari 3.500 sekolah di korea telah di tutup, 28 sekolah diantaranya ditutup 2018 lalu. Alasan penutupan sekolah bukan karena pemerintah keberatan menanggung biaya operasional, tapi semata-mata karena korea selatan telah kehabisan anak-anak.

Hal ini di buktikan dengan tingkat kelahiran yang rendah, yang menunjukan berapa banyak anak yang di miliki oleh rata-rata wanita korea selatan semumur hidupnya. Pada tahun 2017 angka fertilitas (kelahiran) korea selatan hanya mencapai 1,05%, hal ini menjadikan korea selatan sebagai negara dengan fertilitas terendah dan jauh dari batas minimal kelahiran 2.1% yang dibutuhkan untuk mempertahankan sebuah populasi. Bahkan di ibu kota Korea selatan, Seoul, angka kelahiran lebih memperhatinkan lagi, hanya 0.84%. Meskipun masyarakat Korsel tidak setua jepang tapi cepat atau lambat korsel akan mengalami bencana demografi yang saat ini tengah melanda  jepang, di mana mayoritas penduduknya berusia tua.

Para ahli demografi mengatakan jika permasalahan ini muncul sebagai akibat dari ketidaksesuaian antara adat tradisional dengan perubahan preferensi anak muda korsel. Perempuan di korea berpendidikan lebih tinggi dari para lelaki, dan mereka ingin berhasil dalam angkatan kerja, meskipun budaya patriarki begitu kental dan menyebabkan diskirimiasi kaum perempuan pada banyak aspek termasuk dunia kerja, salah satunya dengan kesenjangan upah yang besar dimana rata-rata gaji perempuan hanya 63% dari gaji kaum pria, tapi mereka tidak mempermasalahkan itu.

Adanya sistem hierarki yang akut turut mempengaruhi budaya kerja di korea selatan, Salah satunya dengan adanya persepsi jika kehidupan berkeluarga akan menghambat pekerjaan dan karir. Hal ini tidak mudah di terima bahkan untuk para pria, tapi para perempuan menghadapi lebih banyak tekanan akibat sistem tersebut.

“banyak perusahaan masih melihat perempuan sebagai pekerja sementara yang akan keluar begitu mereka memiliki anak” ucapa Lee do hoon pakar dari Universitas Yonsei
“para wanita khawatir bahwa mereka tidak akan dapat kembali ke pekerjaan mereka setelah berkeluarga”

Bagi masyarakat Korsel, konsep pernikahan di anggap tidak menarik, para pria khawatir jika mereka tidak mampu menghidupi keluarganya, begitupun para wanita yang mengalami ke khawatiran jika hidupnya akan kesusahan melihat realitas para pria pekerja saat ini

Perusahaan perjodohan melihat fenomena tersebut sebagai sebuah tantangan yang serius, mereka bahkan harus mengurangi poin dari pelamar wanita yang memiliki pekerjaan tetap tetapi tidak memiliki ketrampilan khas wanita konservatif.

“menikah berarti pria mengharapkan wanitanya tinggal di rumah dan memasak untuknya” kata seorang wanita yang bekerja disebuah LSM di seoul.

Para pria menginginkan status wanita yang berada di bawah mereka, hal ini berkaitan dengan masalah harga diri yang di pegang teguh para pria sehingga mereka bisa setidaknya menjadi pendominasi dalam kehidupan berkeluarga. Namun saat ini sulit menemukan perempuan korea seperti itu.

Kurangnya kelahiran bayi menjadi sebuah permasalahan serius dan bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi Korsel di masa depan. Upaya pemerintah untuk mendorong tingkat kelahiran dimasa lalu juga di anggap gagal dan justru menunculkan sentimen buruk di masyarakat. 

Hal ini pernah terjadi saat presiden Korsel terdahulu Park geun hye, pada 2016 lalu menerbiatkan “peta kelahiran” yang menyoroti area paling subur di korea dengan warna pink cerah dengan tujuan untuk memacu daerah lain agar meningkatkan angka kelahiran masyarakatnya. Namun kebijakan tersebut justru mendapat reaksi negatif kaum perempuan yang merasa jika “peta kelahiran” membuat mereka seperti disamakan dengan segerombolan hewan ternak.

Presiden Korea Selatan saat ini Moon Jae In memiliki strategi berbeda dengan presiden pendahulunya, ia menyadari jika rendahnya angka kelahiran di Korsel banyak di picu oleh pola pikir masyarakat yang merasa jika kehidupan berkeluarga dapat menjadi beban dan berdampak pada kesejahteraan hidup mereka. Maka pemerintah korea saat ini memcoba untuk perlahan-lahan menghapus pradigma tersebut dengan menerapkan beberapa kebijakan seperti menaikan tunjangan anak dan dukungan finasial pada para orang tua tunggal.

Hal ini terlihat masuk akal saat Korea Selatan sebelumnya hanya mengalokasikan sedikit saja dari APBD nya untuk tunjangan anak dan keluarga yang menikah, persentasinya bahkan lebih rendah dari banyak negara  maju lainya. Presiden Moon juga berusaha mendobrak sistem patriarki yang kerap membuat kaum wanita merasa di diskriminasi haknya sebagai individu merdeka, salah satunya dengan menerapkan undang-undang kesetaraan gender yang adil dan mengurangi jam kerja sebagai upaya untuk mengurangi tekanan dan stress yang mendera para pekerja korea yang kebanyakan berada di usia produktif.

1 comment:

  1. kelinci99
    Togel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
    HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
    NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
    Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
    Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
    segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
    yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
    yukk daftar di www.kelinci99.casino

    ReplyDelete