Disebuah desa kecil
yang banyak di tumbuhi pohon ceri, jaraknya hanya beberapa jam saja dari ibu
kota Korea Selatan, Seoul, terdapat sebuah sekolah bergaya bungalo
bermaterialkan batu bata gelap yang elok. Lantainya terbuat dari kayu yang di
poles sehingga membuatnya terlihat kokoh dan kuat. Kemudian dinding-dindingnya
di penuhi dengan banyak buku dan mainan para siswa. Sekolah itu sangat layak
untuk di anggap sekolah, sarana prasarana telah tersedia lengkap, namun ada
satu yang hilang dan membuat sekolah kokoh itu terasa begitu sepi, yakni tidak
ada anak-anak disana.
40 tahun yang lalu,
desa tersebut merupakan sebuah wilayah yang makmur dimana terdapat sebuah
pertambangan yang menjadi sumber ekonomi warga sekitar. Sekolah dasar Bobai
namanya, dulu kala memiliki banyak sekali siswa, jumlahnya bahkan lebih dari
300 orang. Namun seiring berjalanya waktu sekolah itu kini hanya menyisakan 3
siswa saja. 1 perempuan dan 2 laki-laki.
Beruntung sekolah itu
masih tetap dibuka, sebelumnya pemerintah sudah berniat untuk menutup sekolah
bobai dan menggabungnya dengan sekolah lain yang berada 10 km dari desa mereka.
Tentu rencanya itu mendapat penolakan keras, warga akhirnya melakukan kampanye
untuk mempertahankan satu-satunya sekolah yang tersisa di daerah tersebut.
"menjaga sekolah tetap berdiri merupakan hal
penting bagi masyarakat” kata Kim Jung Hoon, yang puterinya merupakan salah
satu dari 3 murid yang tersisa
“sangat tidak mudah
memujuk keluarga tetap tinggal jika tidak ada lagi tempat untuk anak-anak mereka”
Sejak awal 1980-an,
lebih dari 3.500 sekolah di korea telah di tutup, 28 sekolah diantaranya
ditutup 2018 lalu. Alasan penutupan sekolah bukan karena pemerintah keberatan
menanggung biaya operasional, tapi semata-mata karena korea selatan telah
kehabisan anak-anak.
Hal ini di buktikan
dengan tingkat kelahiran yang rendah, yang menunjukan berapa banyak anak yang
di miliki oleh rata-rata wanita korea selatan semumur hidupnya. Pada tahun 2017
angka fertilitas (kelahiran) korea selatan hanya mencapai 1,05%, hal ini
menjadikan korea selatan sebagai negara dengan fertilitas terendah dan jauh
dari batas minimal kelahiran 2.1% yang dibutuhkan untuk mempertahankan sebuah
populasi. Bahkan di ibu kota Korea selatan, Seoul, angka kelahiran lebih memperhatinkan
lagi, hanya 0.84%. Meskipun masyarakat Korsel tidak setua jepang tapi cepat
atau lambat korsel akan mengalami bencana demografi yang saat ini tengah melanda
jepang, di mana mayoritas penduduknya
berusia tua.
Para ahli demografi
mengatakan jika permasalahan ini muncul sebagai akibat dari ketidaksesuaian antara
adat tradisional dengan perubahan preferensi anak muda korsel. Perempuan di
korea berpendidikan lebih tinggi dari para lelaki, dan mereka ingin berhasil
dalam angkatan kerja, meskipun budaya patriarki begitu kental dan menyebabkan
diskirimiasi kaum perempuan pada banyak aspek termasuk dunia kerja, salah
satunya dengan kesenjangan upah yang besar dimana rata-rata gaji perempuan
hanya 63% dari gaji kaum pria, tapi mereka tidak mempermasalahkan itu.
Adanya sistem hierarki
yang akut turut mempengaruhi budaya kerja di korea selatan, Salah satunya
dengan adanya persepsi jika kehidupan berkeluarga akan menghambat pekerjaan dan
karir. Hal ini tidak mudah di terima bahkan untuk para pria, tapi para
perempuan menghadapi lebih banyak tekanan akibat sistem tersebut.
“banyak perusahaan
masih melihat perempuan sebagai pekerja sementara yang akan keluar begitu
mereka memiliki anak” ucapa Lee do hoon pakar dari Universitas Yonsei
“para wanita khawatir
bahwa mereka tidak akan dapat kembali ke pekerjaan mereka setelah berkeluarga”
Bagi masyarakat Korsel,
konsep pernikahan di anggap tidak menarik, para pria khawatir jika mereka tidak
mampu menghidupi keluarganya, begitupun para wanita yang mengalami ke
khawatiran jika hidupnya akan kesusahan melihat realitas para pria pekerja saat
ini
Perusahaan perjodohan
melihat fenomena tersebut sebagai sebuah tantangan yang serius, mereka bahkan
harus mengurangi poin dari pelamar wanita yang memiliki pekerjaan tetap tetapi
tidak memiliki ketrampilan khas wanita konservatif.
“menikah berarti pria
mengharapkan wanitanya tinggal di rumah dan memasak untuknya” kata seorang
wanita yang bekerja disebuah LSM di seoul.
Para pria menginginkan
status wanita yang berada di bawah mereka, hal ini berkaitan dengan masalah
harga diri yang di pegang teguh para pria sehingga mereka bisa setidaknya
menjadi pendominasi dalam kehidupan berkeluarga. Namun saat ini sulit menemukan
perempuan korea seperti itu.
Kurangnya kelahiran
bayi menjadi sebuah permasalahan serius dan bisa berdampak pada pertumbuhan
ekonomi Korsel di masa depan. Upaya pemerintah untuk mendorong tingkat
kelahiran dimasa lalu juga di anggap gagal dan justru menunculkan sentimen buruk
di masyarakat.
Hal ini pernah terjadi saat presiden Korsel terdahulu Park geun
hye, pada 2016 lalu menerbiatkan “peta kelahiran” yang menyoroti area paling
subur di korea dengan warna pink cerah dengan tujuan untuk memacu daerah lain
agar meningkatkan angka kelahiran masyarakatnya. Namun kebijakan tersebut
justru mendapat reaksi negatif kaum perempuan yang merasa jika “peta kelahiran”
membuat mereka seperti disamakan dengan segerombolan hewan ternak.
Presiden Korea Selatan
saat ini Moon Jae In memiliki strategi berbeda dengan presiden pendahulunya, ia
menyadari jika rendahnya angka kelahiran di Korsel banyak di picu oleh pola
pikir masyarakat yang merasa jika kehidupan berkeluarga dapat menjadi beban dan
berdampak pada kesejahteraan hidup mereka. Maka pemerintah korea saat ini memcoba
untuk perlahan-lahan menghapus pradigma tersebut dengan menerapkan beberapa
kebijakan seperti menaikan tunjangan anak dan dukungan finasial pada para orang
tua tunggal.
Hal ini terlihat masuk
akal saat Korea Selatan sebelumnya hanya mengalokasikan sedikit saja dari APBD
nya untuk tunjangan anak dan keluarga yang menikah, persentasinya bahkan lebih
rendah dari banyak negara maju lainya. Presiden
Moon juga berusaha mendobrak sistem patriarki yang kerap membuat kaum wanita
merasa di diskriminasi haknya sebagai individu merdeka, salah satunya dengan
menerapkan undang-undang kesetaraan gender yang adil dan mengurangi jam kerja sebagai
upaya untuk mengurangi tekanan dan stress yang mendera para pekerja korea yang
kebanyakan berada di usia produktif.
kelinci99
ReplyDeleteTogel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino