Assalamualaikum
wr.wb
Pada
kesempatan kali ini,saya akan repost sebuah artikel yang sangat
bermanfaat,khususnya bagi teman-teman yang memang tertarik dalam bidang
ekonomi.semoga bermanfaat.
artikel
ini ditulis Oleh: Mas Wigrantoro Roes Setiyadi ,
Cina
dan India telah dikenal luas sebagai negara super power masa depan dalam
perekonomian
dunia. Dengan memainkan berbagai peran, sebagai konsumen, suppliers,
pesaing,
pembaharu (innovator) dan penyedia sumber daya manusia yang handal, Cina
dan
India akan membentuk kembali perekonomian dunia. Kedua negara tersebut menjadi
pemain
yang tangguh dalam penekanan biaya produksi, peningkatan teknologi dan jasa,
serta
memiliki pertahanan yang kuat dalam memajukan negara. Bahkan keduanya
mendesak
para ekonom besar seperti Paul Samuelson untuk memikirkan kembali
mengenai
perdagangan bebas dan comparative advantage. Cina dan India juga
mendorong
munculnya kegelisahan dan perdebatan mengenai persaingan global Amerika
dan
negara –negara maju (G8) di masa depan.
Apa
rahasia sukses mereka? Adakah kaitan antara keberhasilan China dan India dengan
etnik
dua negara tersebut yang berdiaspora ke berbagai negara termasuk Indonesia?
Bagaimana
prospek Indonesia dalam konteks keberhasilan China dan India?
Neoklasik
Teori
ekonomi tradisional memberi perhatian utama pada efisiensi, alokasi dan
pemanfaatan
sumber daya langka dengan cara yang paling hemat serta pertumbuhan
optimal
dari sumber daya langka tersebut sepanjang waktu guna menghasilkan produk
dan
jasa yang cakupannya semakin luas (Todaro, 2000). Pandangan yang juga disebut
sebagai
teori ekonomi klasik atau neo-klasik ini sampai sekarang masih banyak dianut
oleh
berbagai negara. Semakin banyak negara yang percaya bahwa perekonomian akan
menjadi
lebih baik, tumbuh pesat bila memiliki beberapa persyaratan seperti:
tersedianya
kapital
yang mencukupi di pasar modal; adanya kedaulatan untuk memilih (adanya
persaingan
bisnis) bagi konsumen sehingga mengarah pada terbentuknya mekanisme
penyesuaian
harga secara otomatis; keputusan transaksi ekonomi didasarkan pada
analisis
marginal (rasio pertambahan input dibanding output, rasio keuntungan dan
perhitungan
utilitas); dan keseimbangan luaran (outcome) dalam semua produk dan pasar
sumber
daya ekonomi. Semua persyaratan tersebut mengindikasikan adanya rasionalitas dalam
keputusan ekonomi yang sepenuhnya materialistik, individualistik,berorientasi pada
kepentingan diri sendiri.
Dalam
perkembangannya, ada masa ketika terjadi banyak kasus yang menunjukkan
ekonomi
neoklasik tidak dapat diterapkan secara mandiri. Ia memerlukan dukungan dan
intervensi
dari institusi lain (sosial dan politik) agar terus menjadi primadona model
pembangunan
ekonomi. Interaksi ekonomi dan praktik politik inilah yang kemudian
mewarnai
aktivitas ekonomi-politik di seantero bumi ini dalam beberapa dekade terakhir,
termasuk
ketika ekonomi kapitalis berhasil meruntuhkan kejayaan regim ekonomi
terpusat
di negara – negara sosialis-komunis. Runtuhnya pesaing kapitalis, dan mulai
maraknya
negara – negara eks sosialis-komunis mengadopsi ekonomi kapital, memutar
jentera
teori ekonomi neoklasik kembali ke posisi puncak.
China
dan India tak luput dari pengaruh neoklasik dan ekonomi politik. Perekonomian
Cina
berkembang dengan pesat sejak pemerintahan Deng Xiaoping mulai membuka
belenggu
perekonomian negara pada tahun 1979. Karpet merah digelar bagi investor
asing
yang membawa masuk modal ke China dalam bentuk Foreign Direct Investment
(FDI).
Tak heran, hingga akhir 1990-an Cina tercatat sebagai negara tujuan FDI
terbesar
di
Asia. Setiap dorongan pertumbuhan ekonomi ditandai dengan gelombang baru china
fever
oleh perusahaan asing. Peningkatan ini didukung dengan munculnya manifestasi
baru
dari kapitalisme Cina, seperti perusahaan-perusahaan pribadi, kemakmuran
konsumen,
pabrik-pabrik ekspor, bursa saham, dan kantor partai komunis dalam suatu
bisnis.
India
di pihak lain, selama kurang lebih 15 tahun yang lalu berada dalam pengawasan
negara
maju seperti Amerika dan Inggris. Reformasi ekonomi yang diawali tahun 1991
menghasilkan
kemajuan dramatis yang membayangi keberhasilan India. Keberhasilan
India
tidak hanya dapat dilihat dari indikator GDP dan daya saing, namun juga
tercermin
dari
harapan hidup warganya yang semakin panjang (Rajadhyaksha, 2007). Berbeda
dengan
China yang mengundang FDI, pada awalnya, keberhasilan India lebih banyak
disokong
oleh investasi domestik. Sampai akhir 90-an, meski industrialisasi di India
cukup
sukses, seperti software, desain semi konduktor, dan back-office call centers,
namun
sangat sedikit yang terlihat di pasar global.
Model
Ekonomi Baru
Pertengahan
dekade 90-an, China dan India semakin meneguhkan eksistensi model
perekonomiannya
yang baru. Model perekonomian China ditandai dengan mobilisasi
modal
dan tenaga kerja secara besar-besaran, investasi asing, industri dalam skala
besar,
dan
campur tangan pemerintah. Kemampuan China dalam memobilisasi modal dan
tenaga
kerja telah meningkatkan pendapatan per kapita hingga tiga kali lipat dalam
satu
generasi,
dan mengurangi lebih dari 300 juta kemiskinan. Sedangkan model
perekonomian
India ditandai dengan tingginya teknologi dan jasa, modal sendiri, bisnis
yang
terfokus pada barang dan jasa berkualitas dengan harga rendah, dan sedikit
industri
manufaktur.
India sangat berperan dalam rantai inovasi teknologi global. Banyak
perusahaan
teknologi besar, seperti Motorola dan Hewlett-Packard, yang
mempercayakan
ilmuan India untuk merancang software dan multimedia feature pada
produk-produk
mereka selanjutnya.
Kedua
negara tersebut menjadi sangat kuat terutama dikarenakan kemampuan mereka
yang
saling melengkapi. China akan tetap mendominasi barang-barang manufaktur tetapi
lemah
dalam industri teknologi, sedangkan India sebaliknya. Dalam setiap dimensi
perekonomian,
seperi konsumen, investor, produsen, dan penggunaan energi dan
komoditi,
kedua negara termasuk dalam kelas berat. Konsumen dan perusahaan China
dan
India selalu menuntur teknologi dan feature terbaru. Pada dekade selanjutnya,
China
dan
India akan dapat menguasai buruh, industri, perusahaan dan pasar di dunia dan
menggantikan
dominasi Amerika.
Berkah
Dalam Keterbatasan
Bagi
pejuang, keterbatasan bukan merupakan hambatan, namun dianggap sebagai berkah
yang
harus disyukuri. Semangat mempertahankan kehidupan, mencapai kesejahteraan
yang
lebih baik dan berkelanjutan, menjadi energi bawah sadar yang mengendap di
hampir
warga China, India yang tinggal di negaranya, atau etnik keduanya yang
bermukim
tanah rantau (Wang, 1999).
Kondisi
geografis yang sangat luas, sebagian besar gurun tandus dan pegunungan,
membuat
hanya sebagian kecil saja tanah di China dan India yang layak dihuni.
Kesulitan
geografis, diperburuk dengan profil demografis, kemiskinan merupakan
permasalahan
ekonomi yang lambat laun diserap sebagai kondisi sosial dengan
perlakuan
kebijakan take it or leave it. Pilihan politik sosialis-komunis di China
menghalangi
rakyat China untuk memupuk kekayaan pribadi, bahkan alih-alih
menyejahterakan,
sistem politik yang berlaku menjadikan rakyat China harus rela hidup
dalam
kemiskinan.
India
dengan rejim politik sosialis-liberal, secara politik berada di ujung lain
spektrum
politik
dengan China, namun hingga akhir dekade 80-an kinerja ekonominya serupa
dengan
China, kemiskinan mewajahi sudut-sudut banyak kota besar dan pedesaan di
India.
Nasib
sebagian besar China perantauan di berbagai negara tidak banyak berbeda dengan
saudara
mereka di tanah leluhur. Bedanya, sejak zaman kolonial para perantau berhasil
membangun
kedekatan dengan penguasa, sehingga memudahkan mereka menguasai dan
mengelola
sumber daya ekonomi. Hal ini bahkan menjadi kunci penyelamat (safety key)
yang
memberi jalan kesejahteran ketika Pemerintah Republik Indonesia (orde baru)
melarang
etnik China untuk bergiat di kancah politik, militer dan pemerintahan.
Deng
Xiao Ping menyadari semakin terpuruknya perekonomian China, namun masih
berkeras
diri ingin memertahankan komunisme. Hasilnya sebuah kompromi, investasi
asing
diterima, namun intervensi politik ditolak. Bagi India, demokrasi sudah menjadi
tradisi
yang tidak mungkin dihapus. Namun disadari demokrasi akan mengalami banyak
hambatan
ketika ekonomi rakyat selalu dalam kesulitan. Solusinya, menghimpun
investasi
domestik, meningkatkan kualitas pendidikan, membangun akses ke pasar
global,
memilih teknologi yang tepat, dan pemerataan hasil pembangunan dengan
menyediakan
pembiayaan bagi usaha kelas kecil dan menengah. Bagi perantau etnik
China
dan India, ketika akses kepada profesi sosial politik dilarang (di Indonesia),
atau
ketika
pemerintah menerapkan kebijakan proteksi ekonomi bagi pribumi (di Malaysia)
maka
kedua kelompok etnik ini dengan leluasa memasuki sektor ekonomi, berwirausaha,
yang
tidak banyak digeluti oleh pribumi (istilah yang diciptakan untuk
membedakan
warga asli dan perantau asing).
GuangXi
Salah
satu kunci sukses bisnis etnik China baik yang tinggal di negerinya sendiri
maupun
di
perantauan adalah kuatnya eksistensi saling percaya (trust) pada tingkat
individu dan
adanya
guanxi, sebagai pelindung dari lemahnya kelembagaan publik. Dalam sejarah
China,
kepercayaan kepada uang kertas telah mengalami berbagai ujian terkait dengan
naik-turunnya
kondisi ekonomi dan politik. Dalam hubungan ini, Chan (2000)
mengatakan
menjadi wajar bila hanya sedikit saja anggota masyarakat yang percaya
terhadap
birokrasi dan struktur hukum ketika aksi kedua lembaga ini tidak menyiratkan
kepercayaan
dan perlindungan hak individu serta transaksi bisnis. Akibatnya lembaga
formal
tidak pernah mendapat kepercayaan masyarakat.
Dalam
konteks seperti ini guangxi tidak hanya memberi ruang bagi ekspresi hubungan
pribadi
antar-pelaku bisnis yang dikombinasikan dengan karakter pribadi (trait) dan
kesetiaan
(loyalty), namun juga merupakan sebuah bentuk pertukaran sosial berdasarkan
sentimen
primordial dan emosi budaya yang ditandai dengan saling percaya. Ketika
seseorang
berhutang kepada sesama pelaku bisnis, pembayarannya tidak semata-mata
tepat
waktu dan sesuai perhitungan (pokok plus bunga) namun dalam transkasi seperti
ini
terkandung pula ikatan sosial yang seringkali di luar rasional ekonomi. Selalu
ada
unsur
non-ekonomi (intangible goals) seperti motivasi politik, kekuasaan, meraih
status
tertentu,
dan lain sebagainya dalam transaksi yang bernafaskan guangxi. Sebaliknya, jika
seseorang
melakukan wan-prestasi atas komitmen yang terbangun dalam semangat
guangxi,
maka dengan mudah citra negatif akan tersebar dan habislah masa depan
bisnisnya.
Jaringan
guangxi terwujud karena berbagai latar belakang, ada yang karena memiliki
kesamaan
asal daerah (qingqi), teman satu alumni (tongxue), sahabat ketika di perguruan
tinggi
(tongshi), atau karena ada kesamaan minat (tonghao). Melihat latar belakang
terbentuknya,
perlu dicermati bahwa guangxi tidak identik dengan kekeluargaan
(familialism)
dan paternalism. Guangxi lebih mentik –beratkan pada adanya tata aturan
tidak
tertulis (unwritten codes) yang melindungi perilaku oportunistik anggotanya.
Menyusul
perubahan kebijakan ekonomi China, banyak perantau yang telah sukses di
berbagai
negara, karena guangxi, mereka kembali dengan membawa investasi untuk
membangun
tanah leluhur. Meskipun dalam skala yang lebih kecil, hal serupa terjadi
pula
di India. Pengusaha India yang sukses berbisnis di Amerika, Eropa dan Asia
kembali
ke negaranya, membangun bisnis untuk mendukung bisnis intinya di luar negeri,
dengan
mempekerjakan tenaga lokal. Hasilnya, China dan India dapat segera masuk ke
pasar
global, dengan kualitas dan harga yang kompetitif.
Peran
Konsumen
Masyarakat
China melakukan berbagai perubahan untuk memperbaiki keadaan
perekonomiannya.
Demikian juga dengan India. Kehidupan para wanita di India mulai
mengalami
perubahan terutama bagi wanita muda. Saat ini wanita muda dapat
menentukan
sendiri apa yang diinginkan atau tidak diinginkannya. Bagi masyarakat
India,
perubahan pandangan terhadap wanita dalam kehidupan merupakan suatu
revolusi.
Bagi para pengusaha di India, perubahan tersebut merupakan suatu kesempatan
untuk
melakukan eksploitasi.
Dengan
jumlah penduduk sebesar satu miliar dan 70% di antaranya merupakan
penduduk
miskin, India memerlukan barang dan jasa yang murah namun berkualitas.
Kebanyakan
produk luar negeri terlalu mahal bagi pasar India. Para teknisi dan
professional
di India terfokus pada penemuan solusi dari permasalahan tersebut pada
berbagai
bidang mulai dari manufaktur dan kesehatan hingga keuangan dan pendidikan
untuk
menghasilkan produk berkualitas yang dapat diperoleh masyarakat India yang
miskin
dengan memproduksi dengan skala besar dan efisiensi.
Inovasi
Bisnis dan Teknologi
Walaupun
tanpa suatu penemuan jenius yang inovatif, para teknisi China dapat
mengkloning
teknologi dunia yang paling maju dalam telecommmunication and
computer
gears. Sebagian besar pengusaha telah menyadari pencapaian China dalam
industri
manufaktur. Selain konsumen gadget dan komponen elektronik, pengaruh China
dalam
teknologi global yang paling utama yaitu dalam persaingan teknologi khususnya
peralatan
jaringan. China berusaha mengimbangi kemajuan teknologi guna menghindari
ketergantungan
kepada negara maju, dan sekaligus menyediakan produk teknologi bagi
negara
– negara lain.
Selama
bertahun-tahun, China memberikan harga murah pada berbagai barang pertokoan
seperti
sepatu, pakaian, dan microwave oven. Saat ini, China sedang mengembangkan
industri
teknologi intensif, misalnya seperti pada otomotif, baja, kimia, semikonduktor,
dan
elektronik digital. Akhirnya China dengan cepat dapat menyusul ketinggalannya
dalam
industri teknologi dan teknik mesin dan menjadi pemimpin manufaktur pada
bidang
tersebut dan mungkin akan menjadi pusat inovasi yang utama.
India
pun, saat ini sedang berusaha mengembangkan inovasi dalam teknologi. Salah
satunya
adalah pengembangan software yang dilakukan oleh para wirausahawan baru
yang
memiliki kerja sama dengan perusahaan software global. Hingga akhir 2006, India
telah
menghasilhan ratusan ribu teknisi mesin industri dan software. Dengan adanya
kebutuhan
pemasangan software, keahlian masyarakat India dapat berkembang dengan
cepat.
Masyarakat India menyadari keuntungan dari rendahnya biaya akan berakhir
mungkin
dalam lima belas tahun mendatang, dan persaingan dari China, Brazil dan
Ukraine
akan semakin ketat. Untuk itu, perlu adanya inovasi teknologi, jika tidak maka
mereka
tidak akan dapat bertahan.
Korupsi
Kedua
negara sedang berjuang keras untuk menghilangkan korupsi yang banyak terjadi
di
institusi pemerintah dan partai politik. Korupsi terjadi meluas di kedua
negara. Polusi
udara
dan air yang mengiringi industrialisasi mengancam lingkungan ekologis dan
mengganggu
kesehatan. Di China belum ada ketegasan hukum mengenai perlindungan
lingkungan
dan hak cipta. Proses pengambilan kebijakan tidak jelas sehingga pemutusan
atas
kasus-kasus pelanggaran aturan, penggelapan dan pencurian intellectual
property,
melalui
pengadilan sangatlah sulit. Sedangkan India memiliki sistem hukum barat, tetapi
bergerak
sangat lambat dan investasi jangka panjang dihentikan oleh perlawanan politik
dan
perubahan kebijakan yang tidak diharapkan.
Pelanggaran
Hak Cipta
Besarnya
populasi China dan India memunculkan pasar besar baru yang paling penting
bagi
perekonomian dunia untuk setiap produk barang mulai dari mobil hingga ponsel.
China
merupakan salah satu pasar di dunia yang paling berisiko dan paling kompleks.
Hak
cipta intelektual diabaikan dan banyak perjanjian yang dibatalkan sepihak.
Kegagalan
peraturan mengenai lingkungan terus berkembang. Pertumbuhan kapasitas
yang
berlimpah dan persaingan yang sengit dari perusahaan-perusahaan China masih
mengutamakan
menjaga rendahnya harga-harga. Adanya langkah besar dalam
perubahan,
membuat China perlu melakukan penyesuaian secara konstan agar dapat
terus
bertahan. Saat ini, agar dapat berhasil berbisnis di China, diperlukan lebih
dari
guanxi
dan perbaikan produk lama, yaitu menjaga bakat managerial orang China dan
memberikan
mereka kendali untuk menjalankan kegiatan utama perusahaan.
Keberhasilan
tersebut juga membutuhkan penguasaan mengenai pasar China yang rumit
dengan
berbagai segmentasi pasar.
Prospek
Indonesia?
Dibandingkan
dengan China dan India, Indonesia memiliki banyak kesamaan. Populasi,
geografi,
demografi dan nilai – nilai budaya ketimuran yang saling memengaruhi. Yang
menjadi
persoalan, dengan titik awal yang relatif sama (di tahun 70-an GDP Indonesia
lebih
besar dari China dan India) mengapa kedua negara tersebut kinerja pertumbuhan
ekonominya
jauh lebih bagus dibanding Indonesia? Menggunakan konsep Porter tentang
Competitiveness
of The Nations, maka jawab singkatnya, kekurangan terletak pada
birokrasi
dan rezim pemerintahan.
Meski
jawaban ini tidak seratus persen benar, namun bila birokrat kita berlapang
dada,
tidak
defensif namun instropeksi dan selanjutnya membuat kebijakan perubahan dan
sekaligus
mengimplementasikanya secara kontinyu dan konsisten dengan dukungan
anggaran
sebagaimana dilakukan oleh Deng Xiao Ping dan Pemimpin India, prospek
Indonesia
dalam mengejar ketertinggalan dari kedua negara tersebut sangat besar.
Indonesia
dapat memilih membuat produk komplemen bagi produk China dan India,
sehingga
upaya sinergi, loby diplomatik perlu dilakukan. Atau menghasilkan produk
yang
memilki keunggulan komparatif dari produk kedua negara tersebut, seperti
kerajinan
rumah tangga, teknologi menengah, dan produk intelektual (piranti lunak
komputer).*****
No comments:
Post a Comment