Pada sebuah malam 5 tahun yang lalu, moya sarner
melihat sebuah tweet dari kawan lamanya yang menuliskan kebahagiaanya setelah
terpilih untuk mendapatkan penghargaan jurnalisme. Membaca itu membuat jantung
moya berdegup kencang, kepalanya berputar, giginya mengatup dan perasaan lainya
yang membuat ia tidak bisa tidur sampai pagi
Moya terus berpikir
kenapa kejadian sepele tersebut justru terekam kuat dibenaknya hingga
mempengaruhi aktifitas dan emosinya sehari-hari. Ia merasa bingung, kenangan 5
tahun itu tidak hilang dengan mudah dalam pikiranya, padahal sebelumnya ia
tidak pernah ambil pusing dengan apapun yang ia lakukan dan temukan di media
sosial. Hingga kemudian moya tersadar, bahwa perasaan nya itu adalah rasa iri
yang paling kuat dan paling menyakitkan yang pernah ia rasakan. Ia mendadak
membandingkan hidupnya dengan temanya hingga ia menyalahkan keadaan karena tidak
membuatnya berada di posisi tersebut
Kita hidup di zaman
yang mudah sekali untuk iri hati pada orang lain, kita merasa cemburu, iri pada
wajah teman yang cantik, iri dengan pekerjaan, pasangan, anak, rumah bahkan
kita bisa iri hanya karena melihat postingan teman yang tengah makan malam di
sebuah tempat yang mewah. Perasaan tersebut pernah di gambarkan oleh seorang
aristoteles sebagai rasa sakit saat melihat orang lain bernasib baik.
Namun, dengan
munculnya media sosial, kata Ethan Kross, Profesor Psikologi di University Of
Michigan dalam risetnya tentang “ studies the impact of facebook on our
wellbeing” rasa iri orang-orang dibawa pada titik yang lebih ekstrem dimana
mereka dapat melihat hidup orang dengan mudah lain lewat dunia maya meskipun
sebenarnya hal tersebut terus menerus membuat mereka tertekan dan frustasi
Psikolog klinis Rachel Andrew mengatakan jika saat
ini kasus karena “iri hati” menjadi permasalahan yang paling banyak di
konsultasikan para pasienya. Mereka terus menerus membandingkan gaya hidup nya
dengan orang lain. Terlebih dengan adanya media sosal seperti facebook,
twitter, instagram dan snapchat mendorong terciptanya guncangan psikologis yang
lebih intense. media sosial menjadi akses paling mudah untuk membandingkan kehidupan
satu sama lain. Tentu hal tersebut menjadi sebuah penomena yang tidak biasa
sebab pergeseran prilaku tersebut terbilang sangat signifikan di banding
beberapa tahun yang lalu. Windy Dryden, seorang praktisi prilaku kognitif
terkemuka mengatakan jika saat ini rasa iri hati seseorang yang bergerak pada arah
yang lebih besar dan kadang tidak realistis lagi
Bagaimana tidak, Saat ini orang-orang mudah sekali cemburu dengan sebuah
gambar yang di upload di instagram, yang sebenarnya tidak menceritakan secara
utuh cerita dibalik foto tersebut. Hastag dan narasi yang biasanya di cantumkan
di bawah foto sering kali palsu dan hanya dibuat sebagai pencitraan, namun
banyak orang berpikir terlalu jauh dan justru membuat perasaan mereka semakin
tertekan. Bahkan banyak dari pasien kross yang mengatakan jika mereka bahkan
bisa iri dengan emoticon bahagia yang dipasang di status media sosial teman
mereka.
Untuk memahami
keterkaitan antara pengaruh media sosial dengan rasa iri orang-orang, kross dan
timnya merancang sebuah penelitian dengan melibatkan beberapa perserta sebagai
sample. Mereka dirancang untuk jadi seorang pengguna facebook yang pasif, yang
bermain facebook untuk sekedar melihat-lihat postingan orang lain. Para peserta
kemudian menerima sms 5 kali sehari selama dua minggu, untuk menanyakan
perasaan mereka setelah menjadi seorang pengguna facebook pasif. Dan hasilnya
mengejutkan, mereka mengatakan jika semakin banyak mereka berada di facebook, Semakin
banyak pula perasaan iri yang mucul dan hal tersebut mempengaruhi kondisi
mental mereka yang semakin down
Menurut dryden seorang
ahli terapi kognitif, ia mengatakan jika ada dua faktor yang membuat seseorang
lebih rentan iri pada orang lain, hal itu adalah rendah diri dan intoleransi
deprivasi, yang menggambarkan kenyataan dimana mereka tidak bisa menerima
kekurangan mereka. Oleh karena itu penting sekali bagi kita untuk mulai
menerima diri kita sendiri dan berhenti membanding-bandingkan pencapaian orang
lain dengan kita.
Selain itu kita juga
harus merubah kebiasaan kita dalam menggunakan media sosial. Kross menjelaskan
bahwa sebagian besar orang menggunakan
facebook secara pasif,
Mereka biasanya hanya
iseng, melihat-lihat foto dan postingan orang lain, tanpa meninggalkan like
atau komentar. Menurut kross kondisi psikologis pengguna pasif lebih dianggap
berbahaya dari pada pengguna aktif, hal ini didasari karena tidak terbangunya
ikatan emosional antara si pengguna pasif dengan orang lain.
Namun bukan berarti menjadi
pengguna facebook yang aktif juga terbebas dari rasa iri dan cemburu, kita
justru perlu berpikir hati-hati tentang apa yang kita coba katakan dan lakukan
di media sosial. Moya sarner pernah memposting status facebook saat ia
mendapatkan prestasi yang bagus dikantornya, kemudian suami moya menegur. Suami
moya tahu jika status itu penuh dengan pamer dan kesombongan. Dan moya
mengakuinya, moya ingin mendapatkan banyak like dan ucapan selamat di kolom
komentarnya, dia ingin orang-orang tahu
bahwa hidupnya juga bahagia. Motif moya tersebut agaknya cukup familiar bagi
kita, karena kita sering sekali melakukan hal serupa demi gengsi dan
aktualisasi diri di depan orang lain.
Media sosial memang
bisa digunakan sebagai tempat untuk berbagi cerita kepada kerabat kerja ataupun
teman, tapi pernahkah kita berpikir ulang tentang cerita apa saja yang boleh
dan tidak boleh dibagikan serta jujur pada diri sendiri mengenai alasan
menyebarkan cerita itu ke media sosial. jika tujuan nya untuk pamer maka tidak
ada bedanya kita dengan teman yang membuat kita selalu iri. Ada privasi yang
harus kita jaga sebagai bentuk
penghormatan pada diri sendiri dan juga orang lain.
Kita perlu menumbuhkan
kesadaran jika setiap orang sudah digariskan dengan jalan hidup yang berbeda,
maka tidak ada standar baku yang mengharuskan kita untuk melalui hidup dengan
cara yang sama. Misalnya saja kebahagiaan seorang ekstrovert yaitu berada di
tengah keramaian, menghadiri pesta atau nongkrong dengan teman-temanya di caffe,
namun bukan berarti seorang introvert yang lebih suka keheningan, menghabiskan
waktu dengan membaca atau seharian berada di rumah memiliki hidup yang
menyedihkan, bagi seorang introvert kegiatan itu lah yang membuat ia bahagia. Lalu
disinilah kita harus berpikir kembali, seberapa jauh kita mengenal diri kita. Karena
saat kita tahu apa yang kita inginkan maka kita akan fokus menjalani hidup
dengan cara sendiri. Seberapapun sering nya kita melihat media sosial dan
melihat beragam aktifitas yang orang lain bagikan kita hanya akan memaknainya
dengan perasaan yang jauh lebih tenang.
(referensi : The Gurardian )
kelinci99
ReplyDeleteTogel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino