Wednesday, 10 October 2018

The Age Of Iri Hati, Cara Tetap Bahagia Meski Hidup Orang Lain Terlihat Lebih Sempurna



Pada sebuah malam 5 tahun yang lalu, moya sarner melihat sebuah tweet dari kawan lamanya yang menuliskan kebahagiaanya setelah terpilih untuk mendapatkan penghargaan jurnalisme. Membaca itu membuat jantung moya berdegup kencang, kepalanya berputar, giginya mengatup dan perasaan lainya yang membuat ia tidak bisa tidur sampai pagi

Moya terus berpikir kenapa kejadian sepele tersebut justru terekam kuat dibenaknya hingga mempengaruhi aktifitas dan emosinya sehari-hari. Ia merasa bingung, kenangan 5 tahun itu tidak hilang dengan mudah dalam pikiranya, padahal sebelumnya ia tidak pernah ambil pusing dengan apapun yang ia lakukan dan temukan di media sosial. Hingga kemudian moya tersadar, bahwa perasaan nya itu adalah rasa iri yang paling kuat dan paling menyakitkan yang pernah ia rasakan. Ia mendadak membandingkan hidupnya dengan temanya  hingga ia menyalahkan keadaan karena tidak membuatnya berada di posisi tersebut

Kita hidup di zaman yang mudah sekali untuk iri hati pada orang lain, kita merasa cemburu, iri pada wajah teman yang cantik, iri dengan pekerjaan, pasangan, anak, rumah bahkan kita bisa iri hanya karena melihat postingan teman yang tengah makan malam di sebuah tempat yang mewah. Perasaan tersebut pernah di gambarkan oleh seorang aristoteles sebagai rasa sakit saat melihat orang lain bernasib baik.


Namun, dengan munculnya media sosial, kata Ethan Kross, Profesor Psikologi di University Of Michigan dalam risetnya tentang “ studies the impact of facebook on our wellbeing” rasa iri orang-orang dibawa pada titik yang lebih ekstrem dimana mereka dapat melihat hidup orang dengan mudah lain lewat dunia maya meskipun sebenarnya hal tersebut terus menerus membuat mereka tertekan dan frustasi





Psikolog klinis Rachel Andrew mengatakan jika saat ini kasus karena “iri hati” menjadi permasalahan yang paling banyak di konsultasikan para pasienya. Mereka terus menerus membandingkan gaya hidup nya dengan orang lain. Terlebih dengan adanya media sosal seperti facebook, twitter, instagram dan snapchat mendorong terciptanya guncangan psikologis yang lebih intense. media sosial menjadi akses paling mudah untuk membandingkan kehidupan satu sama lain. Tentu hal tersebut menjadi sebuah penomena yang tidak biasa sebab pergeseran prilaku tersebut terbilang sangat signifikan di banding beberapa tahun yang lalu. Windy Dryden, seorang praktisi prilaku kognitif terkemuka mengatakan jika saat ini rasa iri hati seseorang yang bergerak pada arah yang lebih besar dan kadang tidak realistis lagi

Bagaimana tidak, Saat ini orang-orang mudah sekali cemburu dengan sebuah gambar yang di upload di instagram, yang sebenarnya tidak menceritakan secara utuh cerita dibalik foto tersebut. Hastag dan narasi yang biasanya di cantumkan di bawah foto sering kali palsu dan hanya dibuat sebagai pencitraan, namun banyak orang berpikir terlalu jauh dan justru membuat perasaan mereka semakin tertekan. Bahkan banyak dari pasien kross yang mengatakan jika mereka bahkan bisa iri dengan emoticon bahagia yang dipasang di status media sosial teman mereka.

Untuk memahami keterkaitan antara pengaruh media sosial dengan rasa iri orang-orang, kross dan timnya merancang sebuah penelitian dengan melibatkan beberapa perserta sebagai sample. Mereka dirancang untuk jadi seorang pengguna facebook yang pasif, yang bermain facebook untuk sekedar melihat-lihat postingan orang lain. Para peserta kemudian menerima sms 5 kali sehari selama dua minggu, untuk menanyakan perasaan mereka setelah menjadi seorang pengguna facebook pasif. Dan hasilnya mengejutkan, mereka mengatakan jika semakin banyak mereka berada di facebook, Semakin banyak pula perasaan iri yang mucul dan hal tersebut mempengaruhi kondisi mental mereka yang semakin down

Menurut dryden seorang ahli terapi kognitif, ia mengatakan jika ada dua faktor yang membuat seseorang lebih rentan iri pada orang lain, hal itu adalah rendah diri dan intoleransi deprivasi, yang menggambarkan kenyataan dimana mereka tidak bisa menerima kekurangan mereka. Oleh karena itu penting sekali bagi kita untuk mulai menerima diri kita sendiri dan berhenti membanding-bandingkan pencapaian orang lain dengan kita.  

Selain itu kita juga harus merubah kebiasaan kita dalam menggunakan media sosial. Kross menjelaskan bahwa sebagian besar  orang menggunakan facebook secara pasif,
Mereka biasanya hanya iseng, melihat-lihat foto dan postingan orang lain, tanpa meninggalkan like atau komentar. Menurut kross kondisi psikologis pengguna pasif lebih dianggap berbahaya dari pada pengguna aktif, hal ini didasari karena tidak terbangunya ikatan emosional antara si pengguna pasif dengan orang lain.

Namun bukan berarti menjadi pengguna facebook yang aktif juga terbebas dari rasa iri dan cemburu, kita justru perlu berpikir hati-hati tentang apa yang kita coba katakan dan lakukan di media sosial. Moya sarner pernah memposting status facebook saat ia mendapatkan prestasi yang bagus dikantornya, kemudian suami moya menegur. Suami moya tahu jika status itu penuh dengan pamer dan kesombongan. Dan moya mengakuinya, moya ingin mendapatkan banyak like dan ucapan selamat di kolom komentarnya, dia  ingin orang-orang tahu bahwa hidupnya juga bahagia. Motif moya tersebut agaknya cukup familiar bagi kita, karena kita sering sekali melakukan hal serupa demi gengsi dan aktualisasi diri di depan orang lain.

Media sosial memang bisa digunakan sebagai tempat untuk berbagi cerita kepada kerabat kerja ataupun teman, tapi pernahkah kita berpikir ulang tentang cerita apa saja yang boleh dan tidak boleh dibagikan serta jujur pada diri sendiri mengenai alasan menyebarkan cerita itu ke media sosial. jika tujuan nya untuk pamer maka tidak ada bedanya kita dengan teman yang membuat kita selalu iri. Ada privasi yang harus kita jaga  sebagai bentuk penghormatan pada diri sendiri dan juga orang lain.

Kita perlu menumbuhkan kesadaran jika setiap orang sudah digariskan dengan jalan hidup yang berbeda, maka tidak ada standar baku yang mengharuskan kita untuk melalui hidup dengan cara yang sama. Misalnya saja kebahagiaan seorang ekstrovert yaitu berada di tengah keramaian, menghadiri pesta atau nongkrong dengan teman-temanya di caffe, namun bukan berarti seorang introvert yang lebih suka keheningan, menghabiskan waktu dengan membaca atau seharian berada di rumah memiliki hidup yang menyedihkan, bagi seorang introvert kegiatan itu lah yang membuat ia bahagia. Lalu disinilah kita harus berpikir kembali, seberapa jauh kita mengenal diri kita. Karena saat kita tahu apa yang kita inginkan maka kita akan fokus menjalani hidup dengan cara sendiri. Seberapapun sering nya kita melihat media sosial dan melihat beragam aktifitas yang orang lain bagikan kita hanya akan memaknainya dengan perasaan yang jauh lebih tenang.
(referensi : The Gurardian )



1 comment:

  1. kelinci99
    Togel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
    HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
    NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
    Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
    Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
    segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
    yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
    yukk daftar di www.kelinci99.casino

    ReplyDelete